Senin, 25 Juli 2011

PERUBAHAN ATAS TARIF PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2011

TENTANG

PERUBAHAN ATAS TARIF PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa mengingat beberapa Daerah Provinsi sudah menetapkan Peraturan Daerah yang mengenakan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) di atas 5%, Pemerintah perlu menyesuaikan tarif PBB-KB dengan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dalam rangka stabilisasi harga bahan bakar kendaraan bermotor yang disubsidi oleh Pemerintah;
  2. bahwa sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah dapat mengubah tarif PBB-KB yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan Peraturan Presiden;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu mengatur Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

Mengingat :

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5132);
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167);
  5. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2006;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS TARIF PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR.


Pasal 1

(1)Dalam rangka stabilisasi harga bahan bakar kendaraan bermotor sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah diubah menjadi sebesar 5% (lima persen)
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk bahan bakar kendaraan bermotor yang disubsidi oleh Pemerintah.


Pasal 2

Peraturan Daerah yang mengatur tarif PBB-KB yang diterbitkan setelah Peraturan Presiden ini ditetapkan, wajib didasarkan kepada Peraturan Presiden ini.


Pasal 3

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 15 September 2012, dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 7 September 2010.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Minggu, 17 Juli 2011

Tak Ada Keringanan Bagi Importir Film Penunggak Pajak

detikfinance.com, 18 Juli 2011

Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan tak akan memberikan keringanan kepada importir film yang masih menunggak pajak, meskipun saat ini sudah dikeluarkan aturan bea masuk film baru.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, kedua importir penunggak pajak yang masuk dalam grup 21cineplex tetap tak diperbolehkan melakukan impor hingga tunggakannya lunas.

"Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru soal pajak film impor tidak berkaitan dengan 2 importir film yang berperkara di pengadilan pajak. Mereka tetap harus patuh pada putusan pengadilan," jelas Bambang kepada detikFinance, Senin (18/7/2011)..

Dijelaskan Bambang, PMK baru soal pajak film adalah solusi Kemenkeu agar impor film bisa jalan dengan model bisnis yang disepakati semua pihak.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengeluarkan PMK baru soal tarif bea masuk seluruh film asing. Besaran tarif bea masuk tersebut adalah Rp 21 ribu-22 ribu per menit untuk setiap salinan film asing yang diimpor.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik pernah mengatakan tidak peduli akan monopoli pada film impor, yang penting film-film dari Hollywood kembali masuk. Namun pernyataan ini buru-buru dibantah lagi oleh Jero.

Jumat, 15 Juli 2011

DConsulting: Pajak Royalti Film Ditunda Dua Tahun

DConsulting: Pajak Royalti Film Ditunda Dua Tahun

Pajak Royalti Film Ditunda Dua Tahun

Harian Kontan, 14 Juli 2011
JAKARTA. Masyarakat mungkin akan segera menikmati lagi film-film impor di bioskop. Pemerintah kabarnya telah mencapai kesepakatan dengan pengusaha bioskop dan importir film untuk menunda penerapan pajak royalti film selama dua tahun.

Kabar ini datang dari Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Johny Syafrudin. "Kami sudah mencapai kesepakatan, namun sampai sekarang belum keluar keputusan resmi dari pemerintah," kata Johny, kemarin (13/7).

Sebagai pengusaha bioskop, Johny mengaku sangat senang dengan keputusan ini. Menurutnya, keputusan ini bisa mempercepat film-film impor asal Amerika Serikat masuk ke Indonesia.

Maklum banyak masyarakat yang kecewa karena tidak bisa menikmati film-film asing di bioskop. Di sisi lain, bisnis bioskop terancam gulung tikar karena tidak memiliki penonton. Keputusan ini, kata Johny, bisa membangkitkan lagi industri bioskop dalam negeri.

Dengan kesepakatan ini, berarti selama dua tahun ke depan, pemerintah tidak akan memungut pajak royalti film impor yang ditetapkan senilai US$ 0,43 per meter rol film.

Pajak royalti tersebut dipungut oleh pemerintah di awal saat importir memasukkan filmnya ke Indonesia.

Johny berharap surat resminya segera terbit dalam waktu dekat. Keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dengan importir film dalam rangka membangkitkan industri perfilman dalam negeri.

Menurut dia, asosiasi produsen film Amerika Serikat atau MPAA, sudah mengetahui informasi tentang penundaan ini, sehingga mereka akan mempercepat masuknya film-film dari AS ke Indonesia.

Ketika diinformasi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agus Kuswandono membenarkan ihwal penundaan tersebut. "Peraturan Menteri Keuangan baru terbit hari ini (kemarin), silakan cek ke Badan Kebijakan Fiskal," kata Agung lewat pesan pendek.

Namun Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Soemantri Brojonegoro belum mau memberikan keterangan soal penundaan pajak royalti film impor ini.

Selain royalti, film impor terkena bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor 10%, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2,5%.

Khusus bea masuk, pertengahan Juni lalu, pemerintah sudah menyederhanakan tarif bea masuk impor film menjadi spesifik, sekitar Rp 21.000-Rp 22.000 per menit durasi film. Tarif ini lebih sederhana dari sebelumnya yang menggunakan sistem presentase atau ad volarem.